Pemimpin Zhalim Vs Pengikut Zhalim.

Fmatriadi.id.Lhokseumawe, Aceh-Indonesia. Tulisan ini semata mata sebagai renungan bagi diri sendiri dan juga bagi insan lainnya yang ingin merunungi tentang bagaimana pemimpin dan kepemimpinannya, dan bagaimana pula ancaman bagi seorang pemimpin yang zhalim. 

Tulisan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menyudutkan sesorang atau siapapun yang sedang memimpin. Semua kita adalah pemimpin dan hampir semua kita punya cita cita untuk menjadi pemimpin pada tingkatan yang lebih tinggi. Namun jarang diantara kita yang benar benar memahami apa hakikat memimpin dan bagaimana beratnya ancaman bagi seorang pemimpin jika dia tidak mampu adil dalam kepemimpinannya apalagi dia menjadi pemimpin yang zhalim. 

Dalam tulisan kali ini yang bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, saya mencoba berbagi tentang kepemimpinan yang berbeda dari sesi lain yang pernah saya tulis. Jika selama ini saya lebih cendrung mengadopsi kepemimpinan yang dikemukakan oleh berbagai ahli kepemimpinan dan ahli manajemen termasuk kepemimpinan digital dan konsep lainnya, namun kali ini saya akan mengangkat dimensi kepemimpinan dalam konteks yang lebih islami dan berdasarkan ajaran islam yang sangat mendunia. 

Dalam sebuah hadits yang dirawatkan oleh al-Tirmidzi, al-Nasai dan al-Hakim disebutkan: 

 عَنْ كَعْبٍ بْنِ عُجْرَةَ قاَلَ: خَرَجَ إِلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَنَحْنُ تِسْعَةٌ خَمْسَةٌ وَ أَرْبَعَةٌ أَحَدُ الْعَدَدَيْنِ مِنَ الْعَرَبِ وَاْلآخَرُ مِنَ اْلعَجَمِ فَقَالَ إِسْمَعُوْا هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُوْنُ بَعْدِيْ أُمَرَاءُ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْ عَلَيْهِمْ وَلَم يُعِنْهمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ. 

"Dari Ka’ab bin ‘Ujrah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw menghampiri kami, kami berjumlah sembilan, lima, dan empat. Salah satu bilangan (kelompok) dari Arab sementara yang lain dari ‘Ajam. Beliau bersabda: Dengarkan, apa kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku nanti akan ada pemimpin-pemimpin, barangsiapa yang memasuki (berpihak kepada) mereka lalu membenarkan kedustaan mereka serta menolong kezaliman mereka, ia tidak termasuk golonganku dan tidak akan mendatangi telagaku. Barangsiapa tidak memasuki (berpihak kepada) mereka, tidak membantu kezaliman mereka dan tidak membenarkan kedustaan mereka, ia termasuk golonganku, aku termasuk golongannya dan ia akan mendatangi telagaku." 

Hadis ini dengan berbagai macam varian matannya terdapat dalam kitab: Sunan al-Tirmidzi karya Imam al-Tirmidzi, Kitab al-Fitan ‘an Rasulillah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, Bab Ma Ja’a fi al-Nahyi fi Sabab al-Riyah, hadis no. 2259; Menurut para ulama, hadits ini memberi peringatan kepada seluruh umat Islam agar tidak menjadi bagian dari kelompok yang mencintai dan mendukung pemimpin yang zalim (Al-Baghawi, Syarh al-Sunnah, Vol. 8, hlm. 8). 

Muhammad saw mengancam kelompok orang yang mendukung pemimpin yang seperti ini dengan tidak menganggap mereka sebagai golongan dari nabi Muhammad saw. Oleh karena itu jika kita dihadapkan dengan pemimpin yang zhalim yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam ketika melihat pemimpin yang berlaku zalim adalah menasehati, menegur atau memberi peringatan kepadanya dengan cara cara yang baik, bukan sebaliknya malah membela mati-matian dan membenarkan serta menjadi pendukung utama dari segala hal yang dilakukan oleh pemimpin zhalim tersebut. 

Disisi lain, kita harus memahami juga bahwa untuk mencegah kepemimpinan yang zhalim harus dilakukan dengan cara cara yang ma’ruf (baik, bijaksana, adil, proporsional dan tidak melanggar ketentuan, baik agama maupun negara). Hadits Nabi saw: 

 عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ » أَوْ « أَمِيرٍ جَائِرٍ » [رواه أبو داود والترمذى وابن ماجه وأحمد]. 

Dari Abu Sa’id al-Khudri (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda, jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa atau pemimpin yang zalim [HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad]. Tentu untuk mengatakan kebenaran di depan seorang pemimpin yang zhalim adalah keniscayaan. 

Tidak semua orang dari kalangan umat Islam dapat atau berani menegur dan menasehati pemimpin yang zalim secara langsung karena berisiko terhadap dirinya secara pribadi terutama berkaitan dengan keselamatan, pendapatan dan lain lain. 

Hal ini bukan berarti kemudian umat Islam harus pasrah atau malah mendukung dan membenarkan kezaliman yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Kita harus tetap berupaya untuk mencegahnya sekuat tenaga. Rasulullah memberikan arahan kepada kita umatnya secara jelas bahwa ketika melihat suatu kemunkaran terjadi umat Islam hendaknya berusaha mencegahnya sesuai dengan kadar kemampuan. Hadis Nabi saw, 

 عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ [رواه النسآئى ومسلم وابن ماجه والترمذى وغيرهم]. 

Dari Abu Saʻid (diriwayatkan) ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. [HR. al-Nasa’i, Muslim, Ibnu Majah, al-Tirmidzi, dan lain-lain]. 

Dengan demikian maka bagi umat Islam yang sedang diamanahi untuk menjadi pemimpin, maka sudah sewajarnya mereka berusaha untuk menjadi pemimpin yang adil, jujur, amanah dan berpihak kepada kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin yang mengutamakan keberpihakan kepada rakyatnya akan dijanjikan oleh Allah balasan pahala yang besar, hal ini dijelaskan dalam hadits berikut ini,

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ فِي خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسْجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ [رواه البخاري]. 

Dari Abu Hurairah dari Nabi saw (diriwayatkan) beliau bersabda, ada tujuh golongan yang Allah melindungi mereka dalam lindungan-Nya pada hari kiamat, di hari ketika tiada perlindungan selain perlindungan-Nya, yaitu; imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, seseorang yang senantiasa mengingat Allah saat sendiri sehingga matanya berlinang, seseorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, seseorang yang diajak berkencan oleh wanita bangsawan dan rupawan, namun ia menjawab; ‘Saya takut kepada Allah’, serta seseorang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak tahu menahu terhadap amalan tangan kanannya [HR. al-Bukhari]. 

Untuk itu jadilah pemimpin yang bisa bersikap adil, jujur, dan tidak semena-mena. Pemimpin tidak boleh mencelakai rakyat dan bangsanya. Pemimpin tidak boleh zalim terhadap rakyat yang dipimpinnya. ”Sesungguhnya, dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.”(QS Asysyura [42]: 42).”Barang siapa yang menipu kami, bukanlah dia dari golongan kami.” (HR Muslim). 

Salam

No comments:

Post a Comment

Translate