Catatan Seorang Pendaki Tua


fmatriadi.id.Lhokseumawe-Indonesia. Siang itu cuaca sangat cerah indah, kami bersama rombongan pendaki yang akan mengibarkan bendera merah putih dan juga bendera Universitas Malikussaleh sudah berkumpul di pos rangers yang terletak persis di kaki gunung Burni Telong. Sambil menikmati menu makan siang yang disuguhkan oleh ibu Nora yang merupakan istri Pak Rektor Unimal Dr. Herman Fithra bersama dengan kak boby istri Ketua PMIM Pak Dr. Marbawi, Kelezatan masakan mereka selalu menemani kegiatan pendakian kami mulai dari persiapan sampai dengan pendakian sesungguhnya hari ini 29 mei 2021.

Sebelum mendaki gunung Burni Telong saya juga sudah pernah mendaki pegunungan Alpen tahun 2019, yang merupakan salah satu puncak tertinggi di dunia, walauoun sebenarn ya saya sangat menyadari bahwa usia saya tidak muda lagi untuk melakoni kegiatan ekatrime seperti ini, namun karena kecintaan saya terhadap alam dan juga terhadap almamater saya Unimal ditambah kebersamaan dengan rekan rekan yang memiliki hoby dan semangat yang sama maka dengan bismillah pendakian puncak Burni Telong inipun saya mulai. 

Tas ransel atau carier yang menempel dipunggung dengan berbagai merek terkenal menampilkan citra gagah bagi semua pendaki. Memulai dengan menelusuri kaki gunung yang penuh tanaman kopi warga dan jalan tikus yang telah dberi paving block semua terasa bersemangat dan penuh kegembiraan bahkan ada sebagian yang mencoba berlari lari kecil untuk menampakkan keunggulan fisik dibanding yang lain. Suasana terasa sangat gembira. 

Di ujung jalan  paving block menuju pintu rimba terlihat sebagian teman teman mulai ngos ngosan dengan nafas yang mulai cepat, saya tetap berjalan santai dengan tetap rajin mengatur pola pernafasan agar asupan oksigen cukup dan mengalir kesemua bagian  tubuh yang membutuhkannya terutama otak. Terlihat beberapa orang mulai mengeluarkan minuman botol yang memang telah dipersiapkan dari awal dan mereka minum dalam jumlah yang banyak. 

Perjalanan tetus berlanjut, setelah meleawtok  pintu rimba terlihat ada yang hampir pitam dan hampir pingsan. Setelah itu pola perjalanan mulai berubah dari buru buru menjadi lebih santai dalam kelelahan padahal perjalanan baru menempuh kurang dari 10 persen dari perjalanan sesungguhnya. Kemudian saya menyadari bahwa dua orang tim kami yang berjumlah dua orang memutuskan untuk kembali ke pos rangers karena kondifi fisik yang mulai melemah. Sehingga kami yang semula berjumlah 52 orang sesuai dengan peringatan dies natalis Unimal ke 52 kini tinggal 50 orang. 

Sesampai di shelter 1 semua kami terasa bahagia, walaupun tujuan kami untuk menuju puncak masih sangat jauh. Disini kami mulai merasakan perlu saling memotivasi dan saling membantu agar semua bisa sampai ke puncak karena kehilangan motivasi akan menjadi penyebab utama kegagalan kita mencapai puncak. Anak anak Umpal Unimal terl ihat cekatan menulusuri jalan setapak sebagai rute yang ekstrime guna mencapai titik puncak. Demikian juga kehadiran bebarapa ibu ibu dan adik adik wanita dari Umpal Unimal memberi motivasi khusus bagi kami yang sudah agak senja bahwa kami juga akan bisa mencapai puncak gunung yang sangat indah. 

Perjalanan yang melelahkan tersebut akhirnya memberikan suatu kebahagian ketika kami melihat tenda tenda yang telah dipasang oleh anak anak Umpal  yang berangkat satu hari sebelumnya untuk mendukung pendakian kami. Tenda dengan ukuran kecil terlihat ada hampir 12 tenda. Kami telah sampai di shelter tiga yaitu tempat kami harus bermalam dan istirahat. 

Terlihat kebahagian dari wajah wajah lelah tersebut karena sebentar lagi mereka bisa istirahat sejenak paling tidak untuk merefresh kembali tenaga yang terkuras. Karena malam ini juga pada pukul 03.00 kami harus terus mendaki menuju puncak yang masih berjarak sangat jauh dengan medan dan track yang sangat ekstrime. 

Anak Umpal terlihat menyiapkan teh dan kopi dengan alat masak sekedarnya dan air yang dibawa dari mata air yang terletak di shelter satu. Sebagian lainnya menyiapkan api unggun untuk menghangatkan badan kami, maklum suhunya sangat dingin mungkin berkisar 10 derajat celcius. Terlihat suasana kekompakan dan kebersamaan yang luar biasa. Semuanya mengeluarkan bekal makan yang dibawa dan dinikmati secara bersama. 

Sementara yang paling mengharukan ketika kami semua sudah selesai makan, barulah anak anak Umpal mengeluarkan makanan dan dikumpulkan dalam satu daun pisang yang disuguhkan memanjang. Semua makanan yang mereka bawa tersebut di campur dan kemudian mereka berdoa dan makan malam bersama dengan penuh kebersamaan dan kehangatan. Ini sungguh luar biasa betapa tidak anak anak yang tak lain adalah anak anak yang selalu kami ajari dikelas hari ini telah memberikan pelajaran kepada saya bagaimana harus bersama dan bekerjasama untuk mencapai kejayaan. Disini ego dan kesombongan lebur dalam kebersamaan. 

Hawa sejuk mulai menusuk kulit dan menembus tulang, mata saya mulai sayu namun berisik dari teman teman yang belum bisa tidur membuat saya gagal lelap padahal saya biasanya sangat mudah lelap jika dalam kelelahan. Teman yang satu tenda dengan saya yaitu Dr. Marbawi terlihat gelisah karena tida bisa tidur biasanya dia tidur di kasur yang empuk namun malam ini hanya tidur beralas matras dan tanah yang tidak rata. Karena beliau tidak bisa tidur mau tidak mau saya harus menemani beliau walaupun mata saya sudah tidak bersahabat lagi. Namun guyon Dr. Dahlan yang satu tenda dengan kami dimalam yang dingin mampu memberikan nuansa hangat dalam kbersamaan yang luar biasa. 

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari dan kami harus mempersiapkan diri untuk mendaki puncak. Beberapa rekan memutuskan untuk tidak melanjutkan sampai kepuncak mungkin karena keterbatasan fisik atau juga karena kekurangan motivasi namun mereka menjadi penjaga tenda kami dan kami melanjutkan perjalanan mendaki puncak. 

Perjalanan menuju puncak kami mulai pukul 03.00, ditengah suhu dingin dan gelap malam kami melangkah dan juga merangkak di jalur barat daya menuju puncak Burni Telong. Saya tidak pernah membayangkan bahwa jalurnya sangat ekstrime penuh bebatuan dengan sudut kemiringan yang terjal. Namun karena malamnyang gelap dan hanya ditetangi oleh head lamp maka jurang jurang disisi punggung gunung tidak begutu terlihat sehingga kami tidak terlalu takut. 

Medan yang berat membuat kami harus ekstra hati hati dan sebentar bentar istirahat karena kelelahan. Sebagian kami mulai gelisah dan sebagian mulai tertinggal sangat jauh. Namun semua tetap didampingi oleh anak anak Umpal. Dalam kelelahan tersebut sebagian mulai berdoa ada juga ada yang bernazar agar diberi keselamatan dan kemudahan. 

Setelah berjuang ekstra keras saya bersama beberapa teman termasuk Pak Rektor Unimal sampai pada titik yang disebut sebagai gua Burni Telong. Titik ini merupakan yitik yang sudah hampir sampai puncak. Namun dititik ini kita dihadapkan dengan track paling ekattime kami harus memanjat dengan tangga tali yang telah disiapkan oleh anak Umpal, tanpa anak anak Umpal kami yakini bahwa kami tidak bisa menaiki track ekstrime ini. 

Akhirnya dengan perjuangan dan usaha keras saya yang bergabung dalam tim kecil bersama Pak Rektor Unimal Dr. Herman Fithra dan ketua PMIM Dr. Marbawi perlahan mulai menyentuh titik puncak. Perlahan suhu dingin dari udara yang berhembus dipuncak Burni Telong menyapu wajah kami. Udara disni sangat dingin mungkin berada pada kisaran 5 sampai 10 derajat celcius. Pak Rektor Unimal selaku pimpinan langsung bersujud syukur atas capaian yang telah dicapai oleh tim pendaki Unimal. Saya selaku pendaki yang juga sudah gaek bersama Dr. Marbawi juga meneteskan air mata haru, betapa tidak ternyata jika ada kemauan dan juga usaha yang keras semua tantangan pasti bisa kita kelewati dan Dr. Dahlan Abdullah mengajari saya bagaimana untuk mencapai puncak tidak mesti harus buru buru, kesabaran pada akhirnya juga akan mengantarkan kita kepuncak kejayaan ini yang beliau buktikan dalam menaklukkan puncak Burni Telong berjalan dengan pelan namun penuh kepastian. Ini adalah catatan saya sebagai seorang pendaki tua. 

Sejenak kami terpana dengan pesona keindahana alam dari puncak gunung, masyaAllah betapa indah karuniamu bagi kami ya Allah, tak pantas rasanya kami kuffur atas segala anugerahmu, tak pantas rasanya kami mengabaikan segala perintah dannlaranganmu doa saya dari puncak Burni Telong semoga kami tetap istiqomah dijalanmu. 

Saya teringat akan sebuah nasehat sahabat yaitu Dr. Mariyudi beliau adalah aktifis Metalik yaitu organisasi pendaki gunung dan pecinta alam Unsyiah, beliau membisikkan kepada saya sebekum saya mendaki Burni Telong bahwa " Mendaki gunung bukan sekedar bagaimana kita mampu menaklukkan puncak tertinggi dari gunung tersebut, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menaklukkan diri kita sendiri. 

Demikian catatan kecil ini, semoga kita swmua bisa menaklukkan diri jita sendiri karena musuh terbesar kita bukan orang lain tetapi musuh terbesar kita adalah kita sendiri yaitu hawa nafsu kita dan ego kita sendiri.. 

Salam 
Faisal Matriadi




No comments:

Post a Comment

Translate