Anda Pemimpin? bagaimanakah gaya Kepemimpinan Anda?

 


fmatriadi.id.Lhokseumawe, Aceh Indonesia. Pemimpin adalah ibarat nakhodanya sebuah kapal. Begitu pula dalam organisasi dan perusahaan, sosok pemimpin merupakan pilar utama yang sangat menentukan apakah organisasi akan mencapai kejayaan ataupun sebaliknya menuju jurang kehancuran. 

Menurut ilmuwan Paul Hersey dan penulis terkenal Kenneth lanchard dari Amerika, kepemimpinan adalah proses memengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Secara umum, pemimpin merupakan penentu arah organisasi atau perusahaan menuju puncak kesuksesan atau jurang kehancuran.

Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda satu sama lain. Masing-masing gaya kepemimpinan itu akan menjadi tolak ukur keberhasilan seorang pemimpin. Berikut ini saya akan mencoba sharing tentang berbagai macam gaya kepemimpinan yang sering dibahas oleh para ahli manajemen beserta kelebihan dan juga kelemahan dari berbagai model atau gaya tersebut. Kali ini saya akan membahs tiga macam gaya kepemimpian, walaupun sebenarnya ada lebih banyak gaya kepemimpinan yang terangkum dalam berbagai teori kepemimpinan. Ketiga gaya kepemimpinan yang ingi saya share adalah sebagai berikut:

1. Gaya Kepemimpinan Otoliter/Otokratis

Dalam gaya kepemimpinan otokratis atau otoriter secara konsepnya adalah memusatkan kekuasaan penuh pada pemimpin. Sehingga dalam konsep atau kepemimpinan seperti ini, para bawahan atau anggota tidak diberikan kebebasan untuk menentukan tujuan mereka sendiri. Tujuan dan keputusan sifatnya sentralistik dari penguasa yang seakan lebih tahu segalanya dan bersifat power full. Dalam model kepemimpian otokratis atau otoliter, keputusan pemimpin bersifat mutlak, tidak bisa diganggu gugat, dan anggotanya tidak diberi kesempatan berpendapat bahkan anggota yang memberi pendapat secara berbeda dengan pimpinan sering kali ditanggapi secara antagonis dan bawahan dalam konsep ini hanya dianggap pekerja yang tidak boleh memberi pendapat apalagi pendapatnya berbeda dengan pemimpin atau membantah. Semua harus berjalan seperti kehendak pimpinan.

Konsep kepemimpinan otokratis atau otoliter ini terlihat bahwa pemimpin sangat dominan dalam setiap pengambilan keputusan, kebijakan, peraturan, dan prosedur apa pun di perusahaan/organisasi. Walaupun kadang kadang berbagai kebijakan dan aturan tersebut tidak dapat memuaskan para pegawainya bahkan terkadang mengekang dan tidak humanis sama sekali. Pemimpin otoliter jarang sekali peduli terhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh para pegawainya karena memang pemimpin otoliter sedikit sekali yang memahami atau memiliki sifat sifat atau karakter humanistic, bahkan sense of crisis yang dimiliki oleh pemimpin seperti ini sangat kecil.

Gaya kepemimpinan ini bisa juga berjalan sukses, jika memang pemimpin punya pengalaman dan keterampilan maksimal. Bagi pemimpin yang otoliter maka jika ingin berhasil dia harus memiliki pengetahuan yang sangat baik dan harus melebihi kemampuan atau skill serta pengalaman anggota. Dia harus paham benar tentang apa yang sedang dikerjakan terutama berkaitang dengan tupoksi serta berbagai persoalan terkait pekerjaannya. Dia tidak boleh tidak memahami sedikitpun tentang setiap detil persoalan yang terkait dengan pekerjaannya. Jika semua pengetahuan dan ketrampilan tersebut dimiliki maka power fullnya akan dapat dimplementasikan dan biasanya akan dapat berhasil. Namun walaupun berhasil dari sisi pencapaian kinerja namun pada jangka panjang akan menimbulkan kejenuhan bekerja dari para pegawainya karena dimensi humanis dan kemanusiaannya yang sangat kurang. Sehingga dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja bagi karyawannya, hal ini disebabkan seseorang bekerja bukan hanya didasarkan pada hasil kerja tetapi nuasa dan suasana kenyamanan dalam lingkungan kerja juga bagian penting yang akan memberikan kenyamanan bagi para pekerja.

Kepemimpinan yang bergaya otpkratis ini pada akhirnya dapat menjadi bumerang karena kemungkinan besar bawahannya menjadi jenuh dan bahkan bisa menimbulkan perlawanan, skeptic bahkan bisa juga menjadi apatis. Jika mendalami secara mendalam tentang ilmu kepemimpinan maka di zaman modern sekarang, kepemimpinan otokratis tidak relevan lagi untuk diterapkan, bahakan dilembaga militer sekalipun model otoliter ini sudah ditinggalkan. Mereka lebih mengedepankan pengambilan keputusan yang didasari pada prinsip kerjasama dan sharing dalam menyelesaikan masalah dan lebih banyak berdiskusi dan mendengarkan pendapat orang lain yang lebih paham dalam setiap pengambilan keputusan demi mencapai tujuannya.

Pemimpin yang bersifat otoliter atau otokratis biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1.       Organisasi atau perusahaan dianggap sebagai milik pribadi dan atasan memiliki hak penuh atas itu. Dalam hal ini kekuasan atas lembaga atau organisasi seakan akan milik pribadi seorang pemimpin, walaupun sebenarnya bukan milik pribadi. Dominansi peminpin menjadiakan secara total organisasi hanya bertumpu pada seorang pemimpin.

2.       Bawahan hanyalah sebagai alat semata untuk mencapai tujuan perusahaan/organisasi.dalam hal ini pemimpin jarang sekali peduli terhadap berbagai keluhan para pegawainya, baik untuk persoalan pekerjaan maupun terhadap berbagai kebutuhan sertan keinginan para karyawannya. Peminpin disini tidak care ataupun tidak memiliki sensitifitas terhadap para karyawannya.

3.       Pemimpin tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat dari orang lain. Dalam hal ini pendapat terutama yang berbeda dari para bawahannya tidak mau didengar sama sekali, bahkan setiap pendapat yang berbeda akan ditanggapi dengan cara antagonis dan bisa saja berkahir dengan sanksi atau hukuman atau juga bisa dengan permusuhan dengan pegawai yang berbeda pendapat tersebut, walaupun kadang kadang pendapat karyawannya lebih cemerlang untuk membangun organisasi.

4.       Keputusan tersentral dari pemimpin adalah, dan semua keputusan tersebut dianggap paling benar. Disini terlihat jelas bahwa pemimpin otokratis selalu memaksakan semua keputusan yang dibuatnya kepada karyawan, dan karyawannya dituntut untuk manut dan patuh atas semua keputusan tersebut walaupun terkadang memberatkan bagi para karyawannya.

5.       Karyawan sering digerakkan bawahan dengan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan ancaman bahkan hukuman.

 

 

 

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis.

Dalam konsep kepemimpinan demokratis, anak buah (bawahan) mempunyai peranan penting dan dilibatkan dalam setiap keputusan. Setiap bawahan diberikan tugas dari atasan sesuai dengan kemampuan atau keahlian masing-masing. Kreativitas, kejujuran, usaha, dan tanggung jawab, sangat terlihat jelas lewat gaya kepemimpinan yang satu ini. Komunikasi yang terjalin dari gaya kepemimpinan ini bersifat dua arah, di mana setiap bawahan dapat menyampaikan masukan jika diperlukan.

Sosok pemimpin dengan gaya kepemimpinan demokratis akan disegani oleh bawahan, bahkan difavoritkan.

Adapun ciri ciri kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut:

1.     Kekuasaan Pimpinan Tidak Mutlak. Sebagai pemimpin dalam organisasi yang menganut gaya kepemimpinan demokratis, pemimpin tidak memiliki wewenang yang mutlak dimana setiap keputusan dan kebijakan organisasi dilakukan melalui musyawarah mufakat. Dengan demikian setiap pendapat dari bawahan dapat menjadi sebuah landasan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, bawahan juga memiliki hak untuk membuat keputusan, walaupun tetap ada batasan yang harus ditaati sesuai dengan aturan atau perundangan yang berlaku dan disepakati bersama dalam sebuah aturan tertulis yang berisi tentang wewenang dari atasan dan juga sejauh mana keterlibatan dari para bawahan.

2.    Komunikasi yang baik antara Pimpinan dan bawahan. Dalam konsep kepemimpian demokratis komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan dalam gaya kepemimpinan ini berlangsung dengan baik. Tasan dapat meminta pendapat dan saran dari bawahan demikian juga sebaliknya. Setelah dilakukan koordinasi baru dipilih alternative keputusan yang terbaik hasil pertimbangan bersama, sehingga keputusan yang diambil cendrung lebih bijaksana. Bawahan tidak perlu segan dalam memberikan saran, kritik atau masukan kepada atasan, dengan tata cara atau prosedur yang benar berdasarkan fakta, sehingga pemimpin pun juga mendengar saran atau pendapat dari bawahannya dalam rangka membangun secara konstruktif.

3.    Masing masing pihak dapat melakukan pengawas di Kedua. Dalam kepemimpinan demokratis Pengawasan tidak hanya dilakukan dari atasan kepada bawahan, tetapi juga sebaliknya. Sehingga check and balance dalam pelaksanaan tugas dan juga pengawasan dapat berjalan secara baik dan tujuannya juga mudah dicapai. Dalam kepemimpinan demokratis semua dapat berperan dalam pengawasan. Dalam hal ini pimpinan tidak perlu antagonis dalam menyikapi saran dan pengawasan yang bertujuan positif dari karyawannya. Bahkan terdapat pengawas yang bertugas untuk memastikan bahwa pemimpin melaksanakan tugasnya dengan benar sesuai dengan aturan dan wewenang yang tertuang dalam peraturan tertulis.

4.    Pemimpin dan Bawahan Memiliki Tanggung Jawab Bersama. Dalam konsep kepemimpinan demokratis berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Inilah peribahasa yang menjadi sebuah nilai moral yang dianut oleh gaya kepemimpinan ini, di mana pemimpin dan juga bawahan menanggung tanggung jawab secara bersama-sama, tidak berat sebelah. Tanggung jawab ini biasanya di bagi rata sehingga tidak saling menyalahkan jika terjadi suatu persoalan. Persoalan justeru ditangani secara bersama dan dicari solusi bersama secara proporsional. Dalam hal ini, setiap keberhasilan ataupun kegagalan sama-sama dipikul bersama-sama, baik itu oleh pemimpin dan juga para bawahannya.

5.    Bawahan memiliki Adanya Berpendapat. Dalam konsep kepemimpinan demokratis, setiap bawahan memiliki andil yang sama dan keleluasaan untuk mengutarakan pendapat dan aspirasi mereka terhadap organisasi. Tidak larangan dalam memberikan pendapat dan memberikan saran kepada pimpinan dan juga kepada sesame karyawan namun yang menjadi konsentarsi dalam setiap saran dan pendapat sifatnya adalah konstruktif demi membangundan mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

3. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional diartikan sebagi proses mengubah dan mentransformasikan individu menuju perubahan. Dalam konsep kepemimpin terlibat untuk memenuhi kebutuhan para karyawan agar kualitas mereka semakin meningkat. Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal sebutan 4 I, yaitu: a) Idealized influence. Dalam konteks ini pemimpin merupakan sosok ideal sebagai panutan yang dipercaya dan dihormati. b) Inspirational motivation: pemimpin dapat memotivasi seluruh karyawan dan mendukung semangat tim. c) Intellectual Stimulation: pemimpin dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi pada karyawan. d) Individual consideration: pemimpin bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi para karyawan.

Northouse (2001) menyimpulkan, gaya kepemimpinan transformasional lebih efektif dan amat menguntungkan perusahaan. Ada beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan transformasional, sebagai berikut: 

1. Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal terbaik bagi organisasi/perusahaan. 

2. Berusaha menjadi pemimpin teladan dengan memperkuat nilai-nilai dasar.

3.  Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama. 

4.  Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi/perusahaan. 

5.  Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi/perusahaan. 

6.  Memberi contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan

No comments:

Post a Comment

Translate