Fmatriadi.id. Lhokseumawe : Sebagai selingan disela menulis konsep untuk membangun kota Lhokseumawe menjadi sebuah liveable city, kali ini saya menyempatkan diri untuk menulis tentang persoalan Kawasan Ekonomi Khusus Arun yang berikutnya akan saya singkat dengan KEK Arun. KEK Arun dengan berbagai kendalanya akan saya coba bahas dan coba saya komparasi dengan berbagai konsep KEK di berbabagai Negara seperti China dan beberapa Negara lainnya. Komparasi ini bisa memperjelas apa dan kenapa KEK Arun seperti ini. Tulisan ini saya tulis karena didorong oleh rasa cinta saya yang sangat besar terhadap kota Lhokseumawe dan seluruh masyarakat. dan tulisan ini hanya sebagai masukan semoga banyak pemikir lain yang akan berkontribusi terhadap konsep KEK Arun dan nanti KEK ini dapat menjadi nyata bukan hanya mimpi malam yang membuai tidur kita.
Kawasan ekonomi khusus awalnya bermula dari Irlandia pada tahun 1959 dan di China pada tahun 1979. Dalam perkembangannya, kebijakan zona ini telah dibentuk di lebih dari 130 negara di dunia (sebagian besar di negara berkembang). Perkembangan dari zona ekonomi khusus ini telah berkontribusi pada perekonomian suatu negara terutama dalam hal perdagangan. Zona ekonomi khusus telah memfasilitasi ekspansi global kapital yang berasal dari negara maju. Kecepatan proliferasi zona ekonomi ini dinilai sebagai sebuah platform yang mempengaruhi kebijakan atau tujuan ekonomi sebagai respon terhadap ekonomi, keadaan sosial, politik suatu negara (Cheesman,2012:6).
Di Indonesia sendiri sampai dengan bulan Mei 2017, telah ada 11 Kawasan Ekonomi Khusus yaitu KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Lesung, KEK Tanjung Api-Api¸ KEK Morotai, KEK Mandalika, KEK Palu, KEK Bitung, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK), KEK Tanjung Kelayang, KEK Sorong, dan terakhir KEK Arun-Lhokseumawe.
Khusus untuk Lhokseumawe, kelahiran regulasi tentang KEK Arun pada pertengahan tahun 2017 muncul sebuah harapan yang sangat besar bagi masyarakat Lhokseumawe dan Aceh utara secara khusus dan bagi masyarakat Aceh secara umumnya. Harapan tersebut tidak lain adalah peluang terbukanya puluhan ribu lapangan kerja dan harapan terjadinya perubahan tingkat kesejahteraan yang lebih baik seiring dengan dibukanya KEK Arun.
Angin segar yang sangat kencang tentang berbagai janji dan konsep politik ekonomi yang akan segera merubah tatanan ekonomi masyarakat kota Lhokseumawe, Aceh Utara dan Aceh umumnya tersebut disambut dengan suka cita dan berbagai media merilisnya dengan sangat fantastis dan sangat meyakinkan dan meracuni pikiran semua masyarakat seolah olah KEK itu nyata dan benar benar akan merubah arah ekonomi kita.
Bagi saya apa yang telah dicetuskan dan dikemas secara fantastis tersebut hanyalah sebuah model marketing politik dan merupakan hal biasa berupa pemanis artificial menjelang pemilu. Sehingga hal hal seperti ini tidak lagi mengejutkan saya dan saya tidak latah untuk mengacungkan jempol pada pola pola seperti ini.
Ada beberapa hal yang menyebabkan pandangan saya seperti itu. Pertama, saya melihat persentase keberhasilan KEK di berbagai daerah sangat kecil yaitu hanya sebesar 20 persen sisanya dapat dikategorikan sebagai KEK gagal dan bahkan dari beberapa KEK tersebut belum memiliki administrator.
Menurut Deputi Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan BKPM Azhar Lubis mengatakan, masih ada beberapa KEK yang sepi minat investasi dikarenakan belum adanya administrator. "Ada beberapa administratornya belum ada sampai sekarang. Sebenarnya adminstrator itu penting, karena itu mereka yang menyelenggarakan pelayanan satu pintu di situ. Jadi kalau yang sudah ada itu di Mandalika, Sei Mangkei, jadi BKPM sudah melimpahkan semua itu kepada pemerintah daerah," kata Azhar di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Administrator yang dimaksud adalah pemerintah daerah yang mengurus persoalan izin bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di KEK. KEK Mandalika, Tanjung Lesung, KEK Jababeka, KEK Sei Mangkei termasuk dalam KEK yang sudah ada administratornya. Sementara KEK bitung, Palu, kemudian KEK Maloi di Kaltim, KEK Morotai di Maluku Utara itu belum. (Azhar, 18/5/2017).
Intinya admisnistrator itu adalah pengelola perizinan KEK yang bekerja secara terinttegrasi agar memudahkan para investor melakukan investasi pada KEK yang akan dilakukan penanaman modal. Peran administrator ini menjadi sangat strategis karena mereka yang akan sangat berkuasa dalam penerbitan izin berkaitan dengan investasi pada suatu KEK.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan salah satu pendorong pembangunan ekonomi di banyak negara berkembang. Salah satu kisah sukses dari KEK ini adalah China. Negara ini telah memulai proyek KEK-nya pada awal decade 1980an dan dalam beberapa tahun, KEK-KEK ini telah berkembang ke berbagai daerah. Kemampuan KEK dalam menarik investor dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah yang berdekatan hingga pada akhirnya membawa pada kesuksesan ekonomi China secara keseluruhan tidak bisa dilepaskan dari komitmen yang kuat dari pemerintahnya dalam mengembangkan KEK ini. Akan tetapi, komitmen semata ternyata tidak cukup menjadikan KEK sebagai kisah sukses. Diperlukan juga kemampuan dalam mendesain rencana strategis dengan mempertimbangkan banyak factor termasuk sosio-kultural dan geo-strategis.
Pengalaman China dalam mengembangkan KEK-nya dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah Indonesia yang juga berkeinginan menjadikan KEK sebagai mesin pertumbuhan ekonomi daerah.
Dalam kasus China, KEK juga berfungsi sebagai percobaan untuk me implementasi kebijakan kapitalis (Leong 2012). Beberapa tujuan pembentukan KEK ini menjadi landasan bagi beberapa negara untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di daerah. Peningkatan perdagangan melalui ekspor, peningkatan investasi serta penyediaan lapangan kerja dilihat sebagai indikator yang dapat memberikan dampak positif bagi keberlangsungan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan di suatu daerah. Tujuan-tujuan inilah yang mendorong pemerintah China mulai mengembangkan KEK di awal decade 80an. Pengembangan zona khusus ini dirancang untuk menarik investasi asing dan modal asing dengan mempromosikan keunggulan komparatif China dalam hal potensi pasar yang luas lebih dari satu miliar konsumen.
SEZs di China berbeda dari zona pemrosesan ekspor di negara lain seperti Taiwan atau Korea Selatan. Di China, zona ini secara khusus dibatasi dan zona ini hanya terdapat di daerah-daerah yang menikmati perlakuan dan peraturan khusus dengan ekonomi pasar sebagai landasan aturan aktivitas ekonomi.
Pada Agustus 1980, pemerintah China mengumumkan empat kota di bagian tenggara wilayah pesisir sebagai KEK. Secara khusus, ini adalah kota-kota kecil di Shenzhen, Zhuhai, dan Shantou di provinsi Guangdong dan Xiamen di propinsi Fujian. Dalam hal ini, insentif pajak ditawarkan oleh pemerintah daerah kepada investor asing.
Awalnya, KEK ini merupakan uji coba penerapan kapitalisme, di mana terdapat berbagai perusahaan bisnis yang melakukan kegiatan investasi, produksi, dan pemasaran. Selanjutnya, 14 kota yang lebih besar di sepanjang pesisir wilayah China diberikan status "open coastal city" dan dibuka untuk perdagangan dan investasi luar negeri pada tahun 1984. Kota-kota ini meliputi: Tianjin, Dalian, Qinhuangdao, Qingdao, Yantai, Weihai, Lianyungang, Nantong, Ningbo, Wenzhou, Fuzhou, Guangzhou, Zhanjiang dan Beihai. Kota-kota ini juga menawarkan insentif kepada investor asing tetapi dengan pajak penghasilan perusahaan yang lebih tinggi.
Pada tahun 1983, seluruh provinsi pulau Hainan diubah menjadi area khusus untuk investasi asing dan pada tahun 1988 Pulau Hainan menjadi provinsi terpisah dan secara resmi menjadi KEK terbesar. Sejak April 1990, Pudong New Area di kota Shanghai menjadi "zona ekonomi terbuka" (Leong, 2012). Untuk mendorong sejumlah besar investasi langsung ke China, lingkungan administrasi di zona ekonomi khusus dibuat lebih fleksibel. Kebanyakan dari investasi langsung dalam KEK adalah dalam bentuk cooperative ventures antara perusahaan asing dan perusahaan milik negara.
Dalam hal ini, perusahaan milik negara memiliki kebebasan untuk: (1) memilih dewan pengawas mereka sendiri; (2) memilih dan mempekerjakan pekerja yang memenuhi syarat melalui sistem kontrak kerja, yang menyiratkan bahwa pekerja dapat diberhentikan karena pelanggaran kontrak; dan (3) membayar pekerja dengan upah mengambang atau pada besaran upah per satuan. Selain itu, meskipun KEK masih dikelola langsung oleh pemerintah China, pemerintah menjanjikan akan melakukan intervensi seminimal mungkin dalam operasi perusahaan sehari-hari. Ijin prosedur untuk pengusaha asing telah disederhanakan; barang impor yang diperlukan untuk produksi dibebaskan dari bea cukai; dan sebagian besar pasar diatur melalui sistem harga untuk menjaga agar harga relatif stabil (Chu, 1987:78).
Dari gambaran di atas dapat dilihat bahwa China melakukan beberapa terobosan besar dalam kebijakan ekonominya. Hal ini ditujukan untuk menjamin keberlangsungan KEK yang lebih stabil dalam jangka panjang. Berbagai kebijakan ditawarkan untuk menarik investasi. Kemudahan ijin dan peorsedur digunakan untuk menarik investasi.
Nah dari gambaran KEK yang dilakukan oleh China kita bisa membandingkan bagaimana posisi KEK Arun sebagai zona penopang ekonomi di Aceh, tentunya masih jauh sekali dari jalan menuju sukses. Semoga stake holder KEK Arun bisa segera mengambil langkah strategis untuk menjadikan mimpi itu menjadi nyata atau sebaliknya mimpi tetap menjadi mimpi yang hanya ada dalam tidur dan dalam angan kita semua. salam
No comments:
Post a Comment