Fmatriadi.id.Lhokseumawe. Sering kali dalam melakukan riset untuk mengukur kinerja pegawai peneliti memberikan indikator secara general ataupun secara umum terhadap semua jenis pekerjaan, pengukuran dengan indicator secara umum tidak dapat menjawab kinerja pegawai secara spesifik. Hal ini disebabkan untuk melakukan penilaian kinerja karyawan akan sangat tergantung jenis pekerjaan karyawan tersebut.
Sebagai contoh pengukuran kinerja seorang guru akan berbeda caranya dengan mengukur kinerja polisi, tentara maupun kinerja karyawan perusahaan. Jika digunakan pengukuran dengan menggunakan indicator kinerja secara umum maka akan sulit mendapatkan hasil yang spesifik terhadap masing masing kinerja pada sector sector tertentu.
Pada tulisan kali ini saya akan membagi pengetahuan tentang bagaimana idealnya indikator yang akan digunakan untuk mengukur kiner guru. Sebelum lanjut membahas tentang indicator kinerja guru maka tulisan ini akan saya mulai dari definisi kinerja secara umum yang kemudian mengkerucut pada kinerja guru secara lebih spesifik.
Mangkunegara (2004), mendefinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Nawawi (2008), menyatakan kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material maupun non fisik/non material.
Menurut Prawirasentono (1999: 2): “Performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika”.
Dessler (1997: 513), menyatakan pengertian kinerja hampir sama dengan prestasi kerja yaitu perbandingan antara hasil kerja aktual dengan standar kerja yang ditetapkan. Dalam hal ini kinerja lebih memfokuskan pada hasil kerja.
Dari beberapa pengertian tentang kinerja tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh seseorang. Kinerja atau prestasi kerja merupakan hasil akhir dari suatu aktifitas yang telah dilakukan seseorang untuk meraih suatu tujuan. Pencapaian hasil kerja ini juga sebagai bentuk perbandingan hasil kerja seseorang dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila hasil kerja yang dilakukan oleh seseorang sesuai dengan standar kerja atau bahkan melebihi standar maka dapat dikatakan kinerja itu mencapai prestasi yang baik.
Sementara untuk mengukur kinerja dapat kita lihat beberapa pandangan para ahli seperti Mowday (2008) dalam menentukan metode-metode penilaian kinerja, para pimpinan bisa memilih dari sejumlah metode penilaian. Jenis sistem penilaian kinerja yang digunakan bergantung dari tujuannya. Jika penekanan utamanya pada pemilihan karyawan untuk promosi, pelatihan dan peningkatan bayaran berdasarkan prestasi, metode tradisional seperti skala penilaian mungkin tepat. Metode-metode kolaboratif, termasuk input dari para karyawan itu sendiri, mungkin terbukti lebih cocok untuk pengembangan karyawan.
a. Metode Penilaian Umpan Balik 360-Derajat (360 Feedback Methode)
Metode ini merupakan metode penilaian kerja popular yang melibatkan masukan evaluasi ini dan banyak level dalam perusahaan sebagaimana pula dari sumber-sumber eksternal. Dalam metode ini orang-orang disekitar karyawan yang dinilai bisa ikut serta memberikan nilai, antara lain manajer senior, karyawan itu sendiri, atasan bawahan, anggota tim dan pelanggan internal atau eksternal. Tidak seperti pendekatan keterampilan yang dubutuhkan melintasi batas-batas organisasional. Di samping itu, dengan menggeser tanggung jawab evaluasi kepada lebih dari satu orang, banyak dari kesalahan penilaian umumnya bisa dikurangi atau dihilangkan.
b. Metode Skala Penilaian (Rating Scales Methode)
Metode ini adalah metode penilaian kinerja yang menilai para karyawan berdasarkan faktor-faktor yang telah ditetapkan. Menggunakan metode ini para evaluator mencatat penilaian mereka mengenai kinerja pada sebuah skala. Skala tersebut meliputi beberapa kategori, biasanya dalam angka 5 sampai 7, yang didefinisikan dengan kata sifat seperti “luar biasa”. “memenuhi harapan”, atau “butuh perhatian”. Meskipun sistem-sistem seringkali memberikan penilaian keseluruhan, metode ini secara umum memungkinkan penggunaan lebih dari satu kriteria kinerja, Salah satu penyebab populernya metode skala penilaian adalah kesederhanaannya, yang memungkinkan evaluasi yang cepat untuk banyak karyawan. Ketika dikuantifikasikan nilainya, metode ini memfasilitasi perbandingan kinerja para karyawan. Adapun faktor-faktor yang dipilih untuk dievaluasi biasanya dua macam, yaitu yang berhubungan dengan pekerjaan (job-related) dan karakeristik-karakteristik pribadi.
c. Metode Insiden Kritis (Critical Incident Methode)
Metode insiden kritis adalah metode penilaian kinerja yang yang membutuhkan pemeliharaan dokumen-dokumen tertulis mengenai tindakan-tindakan karyawan yang sangat positif dan sangat negatif. Ketika tindakan tersebut, yang disebut insiden kritis, mempengaruhi efektivitas departemen secara signifikan, secara positif maupun negatif, manajer mencatatnya. Pada akhir periode penilaian, penilaian menggunakan catatan-catatan tersebut bersama dengan data-data lainnya untuk mengevaluasi kinerja karyawan. Dengan cara tersebut, penilaian akan lebih cenderung mencakup keseluruhan periode evaluasi dan tidak berfokus pada minggu-minggu atau bulan-bulan terakhir saja.
d. Metode Esei (Essay Methode)
Metode ini merupakan metode penilaian kinerja dimana penilai menulis narasi singkat yang menggambarkan kinerja karyawan. Metode ini cenderung berfokus pada perilaku ekstrim dalam pekerjaan karyawan dan bukan kinerja rutin harian. Para atasan dengan keterampilan yang sangat baik, jika mau, ia bisa membuat seorang karyawan yang biasa-biasa saja terdengar seperti seorang berprestasi terbaik. Membandingkan evaluasi-evaluasi esei bisa menjadi sulit karena tidak ada kriteria umum. Namun, beberapa pimpinan yakin bahwa metode esei bukan hanya yang paling sederhana tetapi juga pendekatan yang dapat diterima untuk evaluasi karyawan.
e. Metode Standar Kerja (work Standards Methode)
Metode standar kerja adalah metode penilaian kerja yang membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah ditetapkan atau tingkat out put yang diharapkan. Standar-standar mencerminkan out put normal dari seorang karyawan rata-rata yang bekerja dengan kecepatan normal. Perusahaan-perusahaan bisa menerapkan standar kerja untuk hampir semua jenis pekerjaan, namun pekerjaan-pekerjaan produksi umumnya mendapat perhatian lebih besar. Beberapa metode tersedia untuk menentukan standar kerja, termasuk studi waktu (time study) dan pengambilan sampel pekerjaan (work sampling), manfaat nyata penggunaan standar sebagai kriteria penilaian adalah objektivitas. Namun agar para karyawan mempersepsikan bahwa standar-standar tersebut objektif, mereka harus memahami dengan jelas cara standar-standar tersebut diterapkan. Manajemen juga harus menjelaskan alasan dari setiap perubahan pada standar-standar.
f. Metode Peringkat (Ranking Methode)
Metode peringkat (ranking methode) adalah metode penilaian kerja dimana penilai menempatkan seluruh karyawan dari sebuah kelompok dalam urutan kinerja keseluruhan. Contohnya, karyawan terbaik dalam kelompok diberi peringkat tertinggi dan yang terburuk diberi peringkat rendah.
g. Metode Distribusi Dipaksakan (Forced Distribution Methode)
Metode ini merupakan metode penilaian kinerja yang mengharuskan penilai untuk membagi orang-orang dalam sebuah kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori terbatas, mirip suatu distribusi frekuensi normal. Para pendukung distribusi dipaksakan yakin bahwa sistem tersebut memfasilitasi penganggaran dan mencegah para manajer yang terlalu ragu-ragu untuk menyingkirkan mereka yang berprestasi buruk. Mereka berfikir bahwa peringkat yang dipaksakan mengharuskan para manajer bersikap jujur kepada para karyawan mengenai prestasi mereka. Sistem distribusi dipaksakan cenderung didasarkan pada tiga tingkat. Dalam sistem ini seluruh eksekutif puncak diperingkat dengan para pencapai prestasi terbaik ditempatkan pada 20 persen teratas, kelompok berikutnya pada 70 persen pertengahan, dan kelompok berprestasi terburuk pada 10 persen terbawah.
h. Metode Skala Penilaian Berjangkar keperilakuan (Behaviorally Anchored Rating Scale/BARS)
Metode ini merupakan metode penilaian kerja yang menggabungkan unsur-unsur skala penilaian tradisional dengan metode insiden kritis, berbagai tingkat kinerja ditunjukkan sepanjang sebuah skala dengan masing-masing dideskripsikan menurut perilaku kerja spesifik seorang karyawan. Sistem ini berbeda dengan skala penilaian karena, alih-alih menggunakan istilah-istilah seperti tinggi, menengah dan rendah pada setiap poin skala, sistem tersebut menggunakan jangkar-jangkar keperilakuan yang berhubungan dengan standar yang sedang diukur. Modifikasi ini memperjelas makna dari setiap poin pada skala serta mengurangi bias dan kesalahan penilai dengan menjangkar nilai tersebut pada contoh-contoh perilaku spesifik yang didasarkan pada informasi analisis pekerjaan. Alih-alih memberikan ruang untuk memasukkan angka penilaian untuk kategori seperti Di Atas Harapan, Metode BARS memberikan contoh-contoh perilaku tersebut. Pendekatan ini memfasilitasi diskusi mengenai penilaian tersebut karena mengacu pada perilaku-perilaku spesifik, dan dengan demikian mengatasi kelemahan dalam metode-metode evaluasi lainnya.
i. Sistem Berbasis-Hasil (Result-Based System)
Manajer dan bawahan secara bersama-sama menyepakati tujuan-tujuan untuk periode penilaian berikutnya dalam sebuah sistem berbasis hasil, yang di masa lalu merupakan suatu bentuk manajemen berdasarkan tujuan (Managemen By Objectives/MBO). Dalam sistem tersebut salah satu tujuannya misalkan saja, adalah mengurangi limbah sebesar 10 persen. Pada akhir periode penilaian, sebuah evaluasi berfokus pada seberapa baik karyawan mencapai tujuan tersebut.
Pengukuran Kinerja Guru
Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi atau kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. Berkaitan dengan kinerja guru, wujud perilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran. Berkenaan dengan standar kinerja guru Sahertian sebagaimana dikutip Kusmianto (1997: 49) dalam buku panduan penilaian kinerja guru oleh pengawas menjelaskan bahwa: “Standar kinerja guru itu berhubungan dengan kualitas guru dalam menjalankan tugasnya seperti: (1) bekerja dengan siswa secara individual, (2) persiapan dan perencanaan pembelajaran, (3) pendayagunaan media pembelajaran, (4) melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar, dan (5) kepemimpinan yang aktif dari guru”. UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 39 ayat (2), menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Keterangan lain menjelaskan dalam UU No. 14 Tahun 2005 Bab IV Pasal 20 (a) tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa standar prestasi kerja guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Tugas pokok guru tersebut yang diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar merupakan bentuk kinerja guru. Pendapat lain diutarakan Soedijarto (1993), menyatakan ada empat tugas gugusan kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru. Kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru, yaitu: (1) merencanakan program belajar mengajar; (2) melaksanakan dan memimpin proses belajar mengajar; (3) menilai kemajuan proses belajar mengajar; (4) membina hubungan dengan peserta didik. Sedangkan berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Menengah dijabarkan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok: (1) merencanakan pembelajaran; (2) melaksanakan pembelajaran; (3) menilai hasil pembelajaran; (4) membimbing dan melatih peserta didik; (5) melaksanakan tugas tambahan. Kinerja guru dapat dilihat saat dia melaksanakan interaksi belajar mengajar di kelas termasuk persiapannya baik dalam bentuk program semester maupun persiapan mengajar. Berkenaan dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru. Georgia Departemen of Education telah mengembangkan teacher performance assessment instrument yang kemudian dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Alat penilaian kemampuan guru, meliputi: (1) rencana pembelajaran (teaching plans and materials) atau disebut dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2) prosedur pembelajaran (classroom procedure); dan (3) hubungan antar pribadi (interpersonal skill).
Proses belajar mengajar tidak sesederhana seperti yang terlihat pada saat guru menyampaikan materi pelajaran di kelas, tetapi dalam melaksanakan pembelajaran yang baik seorang guru harus mengadakan persiapan yang baik agar pada saat melaksanakan pembelajaran dapat terarah sesuai tujuan pembelajaran yang terdapat pada indikator keberhasilan pembelajaran. Proses pembelajaran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru mulai dari persiapan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran sampai pada tahap akhir pembelajaran yaitu pelaksanaan evaluasi dan perbaikan untuk siswa yang belum berhasil pada saat dilakukan evaluasi.
Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan definisi konsep kinerja guru merupakan hasil pekerjaan atau prestasi kerja yang dilakukan oleh seorang guru berdasarkan kemampuan mengelola kegiatan belajar mengajar, yang meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan membina hubungan antar pribadi (interpersonal) dengan siswanya.
No comments:
Post a Comment