Fmatriadi.id.Simeulu: Pada Kesempatan ini saya sedikit ingin berbagi tentang Simelue salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia. Berada kurang lebih 150 km dari lepas pantai barat Aceh, Kabupaten Simeulue berdiri tegar di Samudera Indonesia. Kabupaten Simeulue merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat sejak tahun 1999, dengan harapan pembangunan semakin ditingkatkan di kawasan ini. Keiginan sayauntuk menulis tentang Simeulu terinspirasi dari pertemuan saya dengan seorang sahabat yang bertugas sebagai anggota TNI di Korem 011 Lilawangsa yang kemudian beliau menjadi Komandan Distrik Militer di Siimelue.
Kekaguman saya terhadap Letkol. Inf. Yogi tentu sangat beralasan, sebagai pribadi yang sederhana dan memiliki kecerdasan yang luar biasa beliau juga memiliki gaya kominikasi yang sangat baik sehingga kehadirannya ditengah siapapun mampu memberikan nuansa kehangatan dan juga penuh motivasi dan inspirasi.
Lama bertugas sebagai Kasi Teritorial menjadikan beliau sangat konsen untuk meningkatkan berbagai produktifitas masyarakat pada level yang paling bawah. Pemikiran yang sangat cerdas namun dibalut kesederhaan menjadikannya sebagai sosok prajurit produktif yang terus menginspirasi kita semua untuk terus berbuat yang terbaik untuk negara ini.
Pertemuan yang tidak disengaja tersebut melepas kerinduan seorang sahabat yang sudah hampir tiga tahun tidak bertemu karena jarak dan juga berbagai kesibukan masing masing. Dari pertemuan tersebut beliau banyak bercerita tentang kegiatannya dalam bertugas sebagai Dandim di Kabupaten Simelue yaitu kabupaten pedalam yang terletak jauh di tengah Samudera Indonesia.
Sambil menguk kopi Americano yang memang beliau gemari beliau mulai bercerita tentang bagaimana aktifitasnya dalam memotivasi masyarakat dalam memanfaatkan lahan tidur di Simeulu dan Alhamdulillah telah memberikan hasil yang luar biasa demikian juga berbagai aktifitas lain. Beliau juga mengutarakan pemikiran tentang bagaimana membangun Simeulu termasuk memberikan moto kepada SINABANG ibukota Simeulu. SINABANG itu = Sinergi Ternama dan Berkembang, itu kira kira yang harus diperjuankan agar Sianabang atau Simelue mampu manjadi daerah yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Kemuadian sambil menghisap sebatang rokok beliau mulai bercerita tentang legenda Simeulu atau asal usul penamaan Simelu. Kekaguman saya semakin bertambah maklum karena beliau bukanlah putra setempat namunbeliau sangat peduli gerhadap Simelue bahkan sampai ke legendanyapun beliau dapat menceritakannya secara teratur sementara saya yang nota bene putra Aceh asli justeru belum pernah mendengar kisahnya.
Singkat cerita begini legnda da nasal muasal nama Simeulue yang kita menjadi sebuah kabupaten gterluar di Provinsi Aceh.
Simeulue awalnya dinamakan dengan Pulo U (Pulau Kelapa). Hal tersebut disebabkan banyaknya pohon kelapa di daerah tersebut. Tidak banyak catatan sejarah mengenai asal usul penamaan Simeulue. Namun berdasarkan buku Budaya Aceh yang diterbitkan oleh Pemerintah Aceh tahun 2009 menceritakan Simuleu berasal dari nama seorang gadis yang diculik.mBuku ini ditulis oleh Abdul Rani Usman, Asli Kesuma, Azhar Munthasir, Badruzzaman Ismail, HS Soetardji M, LK Ara, Nurdin AR, Raihan Putry Ali Muhammad, dan Yusri Yusuf.
Dalam buku tersebut diceritakan, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani, berdasarkan dongeng yang ada, terjadi penculikan anak-anak dalam jumlah yang banyak. Salah satu penculik tersebut bernama Sonsangbulu. Dia terkenal dengan sebutan Inolafu.
Inolafu mencari mangsanya di sekitar Teluk Simeulue (bunga melur). Dalam aksinya dia berhasil menculik seorang puteri yang sangat cantik bernama Simeulue. Kecantikan puteri ini sangat terkenal sehingga dia diserahkan kepada sultan dan ditempatkan di keraton. Simeulue kemudian diislamkan. Sementara pulau asalnya diganti namanya menjadi Simeulue.
Pada periode sebelum masuknya Islam, Pulau Simeulue dibagi dalam lima daerah yang disebut Banno. Banno adalah daerah atau kawasan tempat penduduk yang dipimpin oleh masing-masing kepala suku. Kelima Banno tersebut yaitu Banno Teupah, Siemeulue, Lekon, Along, dan Banno. Setelah Islam masuk, Simeulue kemudian tunduk kepada Kerajaan Aceh Darussalam. Pada masa itu, Sultan Aceh mengutus seorang ulama untuk mengislamkan penduduk pulau ini.
Di bawah pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam, kemudian pulau ini dibagi menjadi lima kerajaan kecil yang dipimpin oleh masing-masing seorang raja. Kelima kerajaan tersebut adalah Teupah, Kerajaan Simeulue, Kerajaan Along, Kerajaan Lekon, dan Kerajaan Sigulai.
Sementara pada masa Belanda, Pulau Simeulue masuk dalam bagian afdelling wetkust van Aceh, yang popular dengan sebutan Onder afdeling Simeulue. Daerah ini dipimpin oleh seorang Controleur dan dibagi menjadi lima landschap. Kelima landschap tersebut adalah Sinabang yang ibukotanya Sinabang, Simeulue beribukota Pulau Aie, Salang beribukota Nasrehe, Lekon beribukota Lekon, dan Sigulai beribukota Lamamek.
Saat Jepang masuk pada 1942, Pulau Simeulue juga menjadi incaran pasukan Dai Nippon. Tidak ada perubahan selama Jepang menancapkan kakinya di sana. Mereka hanya mengganti landschap dengan son dan dikepalai oleh seorang Suntyoo.
Pada masa Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, Simeulue berubah menjadi kewedanaan yang dipimpin oleh seorang wedana dan berkedudukan di Sinabang. Kewedanaan Simeulue saat itu berada di bawah binaan Bupati Aceh Barat. Saat itu, pemerintah juga merampingkan lima wilayah landschap menjadi empat kenegerian. Istilah kenegerian ini kemudian berganti menjadi kecamatan.
Setidaknya ada tiga kecamatan yang menaungi wilayah Simeulue saat itu. Keempat kecamatan tersebut adalah Kecamatan Simeulue timur (bekas Teupah son) dengan ibukotanya Kampung Aie, Kecamatan Simeulue Barat dengan ibukotanya Sibigo, Kecamatan Teupah Selatan dengan ibukotanya Labuhan Bajou, dan Kecamatan Salang dengan ibukotanya Nasrehe. Saat ini, Simeulue berubah menjadi daerah kabupaten dengan ibukotanya tetap berada di Sinabang.
Masih menurut buku Budaya Aceh, asal usul etnik Simeulue diperkirakan datang dari daratan Sumatera. Ada dua rombongan yang tergolong sebagai pendatang pertama ke pulau tersebut. Pertama, rombongan yang dipimpin oleh Lasenga, menempati daerah Teupah, Simeulue Tengah dan mereka dinamakan orang Lasali. Kedua, rombongan yang dipimpin oleh Lamborek, yang menempati daratan Salang, Sigulai (Simeulue Barat), dan Leukon. Mereka kemudian dipanggil dengan sebutang orang Lafung Lasal.
Rombongan selanjutnya datang orang Bugis. Pendatang baru ini kemudian menempati Simeulue Barat dan Simeulue Tengah. Di Simeulue Barat mereka dinamakan orang Lanteng, dan Simeulue Tengah disebut orang Chabu.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 21.00, dan karena berbagai kesibukan masing masing maka saya pun harus kembali berpisah dengan sahabat yang baru saja memberi pengetahuan sejarah yang luar biasa menurut saya. Selamat bertugas sahabatku teruslah mengabdi untuk negeri ini, negeri ini membutuhkan sosok sosok prajurit produkti seperti anda @ Letkol Yogi ini. Salam.
No comments:
Post a Comment